Angan-angan
Angan-angan adalah tabiat manusia yan tidak bisa terlepas darinya, ada orang yang banyak berangan ada sedikit berangan-angan, angan itu sendiri bisa bernilai baik atau justru malah menjadi keburukan. Banyak manusia yang tidak bisa membedakan mana angan yang baik dan mana angan yang buruk, sehingga terluput darinya pahala yang seharusnya bisa dia dapatkan dengan angan-angan dan cita-citanya atau justru dia terjatuh dalam dosa karena angan-angannya. Dan tidak kalah banyak ada orang yang hanya bisa bermimpi dan tidak pernah berusaha untuk realisasi. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziah menyebutkan dalam Madarijus Salikin: رضوا بالأماني وابتلوا بحظوظهم وخاضوا بحار الحب دعوى فما ابتلوا فهم في السرى لم يبرحوا من مكانهم وما ظعنوا في السير عنه وقد كلوا Maka insyaAllah dalam kesempatan kali ini saya akan ringkaskan fikih angan-angan dan cita-cita sesuai dengan tuntunan syariat agar kita dapat menjadikan angan-angan kita ini sebagai ladang pahala bukan sebagai timbunan dosa. Angan-angan terbagi menjadi dua: 1. Angan-angan yang terpuji 2. Angan-angan yang tercela Angan-angan yang terpuji Adalah ketika seorang muslim berangan-angan kebaikan dalam tinjauan syariat saat dia tidak mampu melakukan kebaikan tersebut, dan dia bertekad kuat untuk melakukannya seketika dia mampu. Inilah kaidah angan-angan yang terpuji, di mana seorang muslim pelit kepada dunia dan dia memberikan semuanya untuk akhirat sampai pun angan-angan dan cita-citanya. Maka saat itulah dia akan mendapatkan pahala atas angan-angan yang dia impikan. Sebagaimana dalam sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah ﷻ mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian beliau menjelaskan: maka barang siapa yang berniat berbuat kebaikan lalu dia tidak kuasa mengamalkannya maka Allah ﷻ akan menulisnya sebagai kebaikan yang sempurna disisi Nya. Dan jika dia berniat lalu mengamalkannya maka Allah ﷻ akan menulisnya 10 kebaikan di sisiNya hingga 700 kali lipat. Dan barangsiapa yang berniat buruk kemudian dia tidak melakukannya maka Allah ﷻ akan menulisnya sebagai satu kebaikan disisi Nya, dan jika dia berangan-angan buruk kemudian dia melakukannya maka akan ditulis satu keburukan saja baginya” Yang dimaksud dengan niat di dalam hadis Ini adalah sebagaimana yang di sebutkan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Jamiul ulum wal Hikam: “niat yang dimaksud disini adalah tekad yang kuat yang diiringi oleh keinginan untuk beramal, bukan sekedar lintasan pikiran yang kemudian pudar tanpa tekad yang kuat”. Dalam shahih Muslim, dari Saul bin Hunaif, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “barang siapa yang meminta mati syahid kepada Allah ﷻ dengan jujur (tekad kuat) niscaya Allah ﷻ akan mengangkatnya kepada kedudukan para syuhada meskipun dia meninggal di atas kasurnya”. Dalam Musnad Imam Ahmad, Rasulullah ﷺ juga bersabda: “aku akan ceritakan satu hadis kepadamu maka hafalkanlah: sesungguhnya dunia ini untuk 4 orang: 1. Seorang hamba yang Allah ﷻ karuniai harta dan ilmu, maka dia bertakwa kepada Allah dengan harta itu, ia menyambung hubungan rahimnya, dan mengetahui hak Allah ﷻ di dalamnya. Maka orang ini adalah orang yang kedudukannya paling mulia. 2. Orang yang Allah ﷻ karuniai ilmu dan tidak dikaruniai harta, orang ini jujur niatnya, dia mengatakan: seandainya aku memiliki harta sungguh aku akan melakukan seperti yang dilakukan oleh si fulan, maka dia berniat seperti orang pertama, maka keduanya mendapatkan pahala yang sama. 3. Dan seorang hamba yang Allah ﷻ karuniakan padanya harta dan tidak dikaruniai ilmu, maka dia membelanjakan harta nya sembarangan tanpa ilmu, tidak bertakwa kepada Allah ﷻ dengan hartanya, tidak menyambung hubungan rahimnya, dan dia tidak tahu hak Allah ﷻ dalam hartanya. Maka orang ini berada pada derajat paling buruk. 4. Dan seorang hamba yang tidak dikaruniai harta juga ilmu oleh Allah ﷻ maka dia berkata: seandainya aku punya harta niscaya aku akan mengamalkan seperti amalan si fulan, maka itulah niatnya, dan dosa mereka sama”.