Orang-orang berbeda pendapat tentang mana yang lebih afdhol, apakah membaca (Alqur’an) dengan tartil tapi yang dibaca menjadi sedikit, ataukah membaca dengan cepat sehingga yang dibaca menjadi banyak? Ada dua pendapat dalam hal ini:

(Pendapat Pertama):

Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas -rodhiallohu anhuma- dan yang lainnya berpendapat: bahwa membaca dengan tartil dan tadabbur dengan kuantitas bacaan yang sedikit; lebih afdhol daripada bacaan yang cepat dengan kuantitas banyak.

Mereka yang memilih pendapat ini berhujjah; karena tujuan membaca (Alqur’an) adalah memahaminya, mentadabburinya, mendalaminya, dan mengamalkannya. Adapun membaca dan menghapalnya adalah wasilah (yang mengantarkan) kepada makna-maknanya, sebagaimana sebagian ulama salaf mengatakan:

“Alqur’an itu turun untuk diamalkan, maka buatlah bacaannya menjadi amalan”.

Oleh karenanya, (yang disebut) Ahlul Qur’an adalah mereka yang mengetahui isinya dan mengamalkannya, meskipun mereka belum menghapalnya di luar kepala.

Adapun orang yang telah menghapalnya, namun tidak mengamalkan isinya; maka dia bukanlah Ahlul Quran, meskipun dia telah menegakkan huruf-hurufnya setegak busur panah.

Mereka (juga) berdalil: karena iman adalah amalan yang paling afdhol, sedang memahami dan mentadabburi Alqur’an itulah yang membuahkan keimanan.

Adapun hanya membacanya tanpa memahami dan mentadabburinya, maka itu bisa dilakukan oleh orang yang baik dan orang yang buruk, bisa dilakukan oleh orang mu’min dan orang munafik, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-

مثل المنافق الذي يقرأ القرآن، كمثل الريحانة، ريحها طيب، وطعمها مر

“Perumpamaan orang MUNAFIK yang membaca Alqur’an , seperti tumbuhan rehanah (kemangi), baunya enak, tapi rasanya pahit”.

Dan manusia dalam hal ini ada empat tingkatan: (a) Ahli Qur’an dan Iman, inilah manusia yang paling utama. (b) Orang tidak Ahli Qur’an dan Iman. (c) Orang yang diberi hapalan Qur’an, tapi tidak diberi keimanan. (d) Orang yang diberi keimanan, namun tidak diberi hapalan Qur’an.

Mereka mengatakan: Sebagaimana orang yang diberi keimanan tanpa hapalan Qur’an itu lebih utama daripada orang yang diberi hapalan qur’an tanpa keimanan, maka begitu pula orang yang diberi (kelebihan) mentadabburi dan memahami isi Alqur’an saat membacanya itu lebih utama daripada orang yang diberi (kelebihan) banyak dan cepat dalam membaca tapi tanpa tadabbur.

Mereka juga berdalil: bahwa inilah petunjuk Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, sungguh beliau dahulu membaca Surat Alqur’an dengan tartil sehingga surat itu menjadi lebih panjang dari surat yang lebih panjang darinya. Beliau juga pernah sholat malam dengan SATU AYAT hingga pagi tiba.

(Pendapat Kedua):

Sedang para sahabatnya Imam Syafi’i -rohimahulloh-, mereka mengatakan: Bacaan yang banyak lebih utama, sebagaimana haditsnya Ibnu Mas’ud -rodhiallohu anhu-, bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda:

من قرأ حرفا من كتاب الله، فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها، لا أقول: الم حرف، ولكن ألف حرف، ولام حرف، وميم حرف

“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabulloh; maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dengan pahala sepuluh kali lipatnya, aku tidak mengatakan: Alif Lam mim, itu satu haruf, namun Alif itu satu huruf, Lam itu satu huruf, dan Mim itu satu huruf”. (HR. Attirmidzi dan dia menshahihkannya).

Mereka juga berdalil: karena Utsman bin Affan membaca Alqur’an (30 juz) dalam satu rekaat, dan mereka atsar-atsar dari banyak generasi salaf tentang banyaknya bacaan qur’an mereka.

Yang benar dalam masalah ini adalah dengan dikatakan:

bahwa pahala bacaan dengan tartil dan tadabbur itu lebih agung dan mulia kedudukannya, sedang pahala bacaan yang banyak itu lebih banyak jumlahnya.

Maka, orang yang pertama itu seperti orang yang bersedekah dengan permata yang berharga tinggi, atau orang yang memerdekakan budak yang harganya mahal sekali. Sedang orang yang kedua itu seperti orang yang bersedekah dengan dirham yang banyak, atau orang yang memerdekakan beberapa budak yang harganya murah.

Disebutkan dalam Shohih Bukhori, bahwa Qoatadah mengatakan: Aku telah bertanya Anas tentang bacaannya Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Maka dia menjawab: “Beliau dahulu benar-benar memanjangkan bacaannya”.

Syu’bah mengatakan: Abu Jamroh mengatakan kepada kami: aku pernah mengatakan kepada Ibnu Abbas bahwa aku orang yang cepat membaca, bisa saja aku membaca Qur’an dalam semalam; sebanyak sekali atau dua kali. Maka Ibnu Abbas mengatakan: “Sunguh bila aku membaca satu surat saja, itu lebih aku senangi, daripada aku melakukan apa yang kamu lakukan itu. Jika kamu harus melakukannya, maka bacalah dengan bacaan yang didengar kedua telingamu, dan dipahami oleh hatimu!.

Ibnu Mas’ud mengatakan: “Janganlah kalian membaca Qur’an dengan cepat seperti bacaan syair, jangan pula ngawur membacanya seperti suara kurma kering yang bertabrakan, berhentilah pada keajaiban-keajaibannya, dan gerakkanlah hati dengannya, jangan sampai tujuan salah seorang dari kalian selesai hingga akhir suratnya”.

[Oleh Ibnul Qoyyim -rohimahulloh-, Kitab: Zadul Ma’ad 1/327-329]

Musyaffa Ad Dariny, حفظه الله تعالى

Sumber :https://bbg-alilmu.com/archives/8422

BACA CEPAT DAPAT BANYAK… Atau BACA DENGAN TARTIL TAPI DAPAT DIKIT ?!
envelopephone-handsetmenuchevron-down linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram